Training for Fisheries Policy Makers in Indonesia
Some of the enthusiastic participants in the workshop
In Indonesia, human and development activities have a significant impact on marine ecosystems and the health of fisheries - one of the most important industries in the country. Economic solutions to these issues are often overlooked, though can be among the most effective. To address this, CSF-Indonesia is seeking to empower policy makers in the Indonesian Ministry of Marine Affairs and Fisheries (MMAF) with specific economic tools and knowledge to support them in formulating policies to conserve and sustainably manage marine resources.
With the support from the Research Center for Socio-Economics of Marine Affairs and Fisheries of the Agency for Marine & Fisheries Research and Human Resources (BBRSEKP), CSF facilitated a five-day workshop in the city of Bandung, West Java in March 2018. Twenty-seven participants from different technical roles across various departments at MMAF attended. The majority of the participants had no background in economics and consequently, the workshop proved to be a catalyst for them in rejuvenating their commitment to effectively manage the nation’s marine resources.
We worked closely with ten instructors to develop the workshop materials. The instructors came from various Indonesian and international institutions such as Bogor Agricultural University, University of Hawai’i, MMAF, United States Agency for International Development (USAID), and CSF. The workshop covered fisheries bioeconomics, regulatory tools in fisheries, economic instruments in co-management, conservation finance, marine resource valuation, as well as cost-benefit analysis of marine resources. Kim Bonine, CSF’s Training Director, led a harvest game simulation exercise. This fun experimental game showed everyone how they might actually behave if they had to catch fish for a living.
CSF Instructor John Lynham, from University of Hawai’i at Manoa, explaining fisheries economics
Kim Bonine explains the Harvest Game
In addition, CSF also introduced its brand new fisheries co-management negotiation game, adapted from a forest game developed by CSF founder John Reid. In this game, participants split into three different groups: the fishing industry association, environmentalists, and indigenous people whose marine territory is often occupied by commercial fishing vessels. The goal of the game was for all three parties to come to an agreement on a proposal for co-management of the fishery for the central government. With the help of props and costumes, participants enthusiastically took part in the game, and acted as if they were the real businessmen, fishers and NGO workers.
The ‘indigenous people’ having an internal discussion
A successful co-management proposal among the three parties
Post-course assessments demonstrated the overall success of the training - with pre-test scores at an average of 47.6% compared to post-test scores at an average of 94.7%. Furthermore, the level of satisfaction among participant can be clearly seen based on how they ranked the quality of the materials delivered. An average of 4.3 (on a scale of 5) was scored based on several parameters including timing, delivery structure and instructor teaching ability.. For example, one session by John Lynham was particularly popular among participants, namely “Regulatory Approaches to Fisheries Management” and had a score of 4.5. As a follow-up, the BBRSEKP plan to have bi-monthly meetings across departments on current fisheries and marine resource management issues, and they have asked CSF-Indonesia to be involved.
This training was made possible with funding from The David and Lucile Packard Foundation and the Margaret A. Cargill Philanthropies.
“The materials presented in this workshop are very relevant to what I am doing in the office. The tools that were taught are very useful as well as practical for us in determining what kind of policy we have to formulate regarding the capture fisheries management in the country.”
Hary Christijanto, Head of Policy, Organization and Cooperation Division, Secretariat of Directorate General of Capture Fisheries, Ministry of Marine Affairs and Fisheries
All photo credits: Imanda Pradana
“Segala bentuk kegiatan perikanan di lapangan memiliki motivasi ekonomi di belakangnya”
Lokakarya Kebijakan tentang Perangkat Ekonomi Perikanan & Konservasi di Indonesia
Oleh: Imanda Pradana
Di Indonesia, kegiatan pembangunan oleh manusia memiliki dampak yang signifikan terhadap ekosistem laut dan kesehatan perikanan, yang notabene menjadi salah satu industri terpenting di negara ini. Sayangnya, solusi ekonomi untuk masalah-masalah tersebut acapkali diabaikan karena persepsi masyarakat mengenai ekonomi masih banyak menyimpang. Padahal, jika ditelisik lebih dalam, solusi dari perspektif ekonomi ini bisa menjadi jawaban yang efektif. Untuk mengatasi permasalahan ini, CSF-Indonesia mendukung para pembuat kebijakan di Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia dengan perangkat dan pengetahuan ekonomi yang spesifik untuk mendukung mereka dalam merumuskan kebijakan dalam melestarikan serta mengelola sumber daya laut di Indonesia secara berkelanjutan.
Dengan dukungan dari Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan dari Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan & Perikanan (BBRSEKP), CSF memfasilitasi sebuah lokakarya selama lima hari di kota Bandung, Jawa Barat pada bulan Maret 2018 lalu. Sebanyak dua puluh tujuh staf KKP dari berbagai direktorat turut menghadiri. Yang menarik adalah fakta bahwa mayoritas peserta tidak memiliki latar belakang di bidang ekonomi. Oleh karena itu, lokakarya ini terbukti menjadi katalis bagi mereka dalam memperbaharui komitmen mereka untuk mengelola sumber daya laut bangsa dengan efektif.
Staf KKP sangat bersemangat dalam mempelajari ilmu ekonomi
Untuk lokakarya ini, CSF dan KKP bekerjasama dengan sepuluh instruktur dalam mengembangkan materi lokakarya yang relevan dengan isu perikanan di Indonesia saat ini. Para instruktur berasal dari berbagai lembaga nasional dan juga internasional seperti Institut Pertanian Bogor, Universitas Hawai’i, KKP, dan SEA Project USAID. Berbagai materi lokakarya ini mencakup aspek bioekonomi perikanan, perangkat pengaturan dalam perikanan, instrumen ekonomi dalam co-management, pendanaan konservasi, valuasi sumber daya laut, serta analisis biaya-manfaat (cost-benefit analysis) sumber daya laut. Untuk membuat suasana pembelajaran lebih hidup, Kim Bonine, Direktur Training CSF, memimpin latihan simulasi permainan yang disebut ‘Harvest Game’. Permainan eksperimental yang menyenangkan ini menunjukkan kepada semua peserta bagaimana mereka sebenarnya berperilaku jika mereka harus menangkap ikan untuk mencari nafkah.
Salah satu instruktur CSF, John Lynham dari University of Hawai’i at Manoa, menjelaskan tentang ekonomi perikanan
Kim Bonine menjelaskan tentang peraturan ‘Harvest Game’
Selain itu, CSF juga memperkenalkan permainan yang baru yaitu negosiasi pengelolaan co-management perikanan yang diadaptasi dari permainan ‘forest game’ yang dikembangkan oleh pendiri CSF, John Reid. Dalam permainan ini, peserta dibagi menjadi tiga kelompok yang berbeda: asosiasi industri perikanan, aktivis lingkungan, dan masyarakat adat yang wilayah lautnya sering dieksploitasi oleh kapal penangkap ikan komersial. Tujuan dari permainan ini adalah pencapaian kesepakatan antar ketiga pihak dalam bentuk proposal untuk pemerintah pusat dalam mengelola perikanan di daerah mereka. Dengan bantuan alat peraga dan kostum, para peserta dengan antusias mengambil bagian dalam permainan tersebut, dan bertindak seolah-olah mereka adalah para pengusaha, nelayan dan pekerja LSM yang sesungguhnya.
Kelompok ‘masyarakat adat’ sedang berdiskusi
Proposal pengelolaan perikanan yang sukses antara ketiga pihak
Sesuai dengan target yang diharapkan, lokakarya yang digelar selama 5 hari ini pun menuai berbagai hasil yang positif. Sebuah penilaian kolektif pasca lokakarya menunjukkan tingkat keberhasilan pelatihan secara keseluruhan dengan nilai rata-rata post-test sebesar 94,7% yang jauh dibandingkan dengan skor rata-rata pre-test yaitu sebesar 47,6%. Hal positif lainnya adalah tingkat kepuasan di antara peserta yang sangat tinggi dengan rata-rata 4,3 (pada skala 5) yang dinilai berdasarkan beberapa parameter termasuk waktu, struktur penyampaian dan kemampuan mengajar instruktur. Contohnya, salah satu sesi oleh John Lynham terbukti sangat populer di kalangan peserta, yaitu sesi yang berjudul "Pendekatan Peraturan untuk Manajemen Perikanan" yang mendapat nilai 4,5. Sebagai bentuk tindak lanjut, BBRSEKP berencana untuk mengadakan pertemuan rutin lintas departemen tentang isu-isu pengelolaan sumber daya perikanan dan kelautan saat ini, dan mereka telah meminta CSF-Indonesia untuk bisa terlibat di dalamnya.
Tanggapan peserta:
“Sebagai orang yang bertanggungjawab dalam mengelola berbagai isu secara langsung dengan ibu Menteri, saya merasa bahwa hampir semua kegiatan di sektor perikanan itu memiliki motivasi ekonomi. Itulah mengapa lokakarya ini merupakan investasi yang sangat berguna bagi kami dalam mengidentifikasi permasalahan dan solusi mengenai pengelolaan perikanan di Indonesia” Iqbal Gultom, UKMKP, Kementerian Kelautan dan Perikanan
Iqbal Gultom
“Materi-materi yang diajarkan di lokakarya ini sangat relevan dengan pekerjaan kami sehari-hari. Perangkat ekonomi yang diperkenalkan pun memiliki manfaat yang besar dan juga praktis bagi kami untuk menentukan langkah apa yang harus kami formulasikan untuk membuat kebijakan yang lebih baik terkait perikanan tangkap di Indonesia” Hary Christijanto, Kasubdit Identifikasi dan Pengembangan Pelabuhan, Sesditjen Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan
Hary Christijanto
- Log in to post comments